Sila baca

Seorang Anak Perempuan yang Sangat Mencintai Ibunya

Kamis, 09 November 2017

Langit Sore

Langit sore mulai menggelap
membuat aku mulai menyadari satu hal
bahwa rindu mulai berubah jadi sendu

langit sore semakin menggelap
membuat aku mulai menyadari satu hal
bahwa cinta sudah menjadi kecewa

langit sore menggelap
membuat aku mulai menyadari
aku bahkan belum melakukan apapun

langit sore yang menggelap
membuat aku akhirnya menyadari
aku tidak bisa berbuat apapun

bahkan,
kisah yang belum pernah dimulai
harus berakhir begitu saja

bahkan,
cinta yang belum pernah diungkap
harus terhapus tanpa sisa

karna langit sore yang sudah gelap
akhirnya aku pun sadar
sekarang, aku sudah kehilangan.

Jakarta, 9 November 2017

Senin, 30 Oktober 2017

Bertemu

Lama kita tak jumpa
Ada yang berbeda darimu kali ini
Senyum indah itu tak kulihat lagi
Kemana perginya semangat itu

Hari ini kau berbeda
Lengkungan itu tak terlihat di wajahmu
Aku lihat kesedihan
Yang ikut membuatku turut merasa

Kemana perginya semangat itu
Biasanya kau selalu berjalan dengan senyum itu
Hari ini aku tidak melihatnya
Semoga besok bisa ku lihat

Jakarta, 30 Oktober 2017

Minggu, 01 Oktober 2017

Langit Kala Itu



Langit kala itu
Saat sore hampir senja
Aku duduk diantara batu 
Menatap langit biru yang memerah

Langit terlalu indah
Untuk aku lewatkan saat itu
Langit terlalu indah
ia memberikan kesejukan bagi jiwa

Langit tak pernah mengecewakan
ia selalu tahu kapan saatnya
Kapan ia harus mengubah warnanya 
Seolah ia mengerti perasaan tiap manusia

ia tau saatnya terang
ia tau saatnya gelap
ia tau saatnya bahagia
ia tau saatnya sedih

Langit membuat semua manusia menyukainya
Membuat setiap manusia yang patah kembali satu
Membuat setiap manusia yang jatuh kembali bangkit
Membuat setiap manusia yang sedih kembali tersenyum

Langit mengajarkan banyak hal pada semua manusia
Termasuk aku, wanita yang duduk diantara batu
Yang senang menatap langit disetiap waktu
Karena aku tahu, langit tak akan pernah membohongiku 

[Jakarta, Sore hari kala itu]

Sabtu, 26 Agustus 2017

Berubah

Memang apa yang membuat orang berubah begitu cepat?
Kemarin kita saling mengenal, tapi sekarang seakan tak pernah bertemu.

Jakarta, 22 Agustus 2017.

Bertanya

Dulu kita hanya saling memandang tak berani menyapa
Dulu kita hanya mencuri pandang karena tak mengenal

Ketika kau jabat tanganku dan ucapkan namamu
Aku tak bisa berhenti tersenyum karena ucapanmu

Lalu kita berpisah karena kesalahan kecil
Kau putuskan untuk meninggalkan aku sendiri dalam luka

Aku banyak bertanya pada diriku sendiri
Apa yang aku perbuat hingga cinta tidak berpihak padaku

Mungkin memang salahku
Dari awal hanya aku yang mencinta

Jakarta, 26 Agustus 2017

Jumat, 18 Agustus 2017

Luka


Hari ini aku terluka
Bukan karena orang yang sama
Aku terluka saat aku tau bahwa aku sudah jatuh hati
Aku terluka tau dia melukaiku

Kemarin aku terluka
Aku terluka karena kesalahanku
Aku terluka karna terlalu mencinta
Aku terluka pada bagian hati yang terdalam

Mungkin besok aku kembali terluka
Aku terluka sama seperti sebelumnya
Aku terluka karena mempercayakan hatiku pada orang yang salah
Aku terluka karna mencintai

Jakarta, 18 Agustus 2017

Cinta yang Terluka

She is my everything. She my world, my happiness, my love, my enemy, my wife, my bestfriend. She is all i need.” Ucap Nathan saat diminta memberikan kata terakhir bagi Diana, istrinya yang paling Nathan sayang.
“Dia sudah tenang sekarang. Dia pergi terlebih dahulu karena dia ingin menyiapkan rumah bagi kami kelak, di Surga sana.” Sambung Nathan yang membuat para tamu tak kuasa menahan tangisnya.
Setelah itu Nathan melemparkan segenggam tanah pertama ke tempat peristirahatan terakhir Diana untuk selamanya. Nathan hanya memandang kosong kebawah, ke arah peti Diana nampak cantik dan kokoh. Semua orang tahu, bahwa Nathan dan Diana memang tak terpisahkan. Tapi kali ini, mereka harus bisa menerima takdir yang memisahkan mereka untuk sementara. Karena nanti, mereka akan bertemu lagi di Surga sana.
Selama dalam perjalanan pulang Nathan hanya diam merenung. Hingga Nathan sudah sampai di rumah lamanya. Rumah yang menjadi saksi bisu perjalanan cinta Nathan dan Diana.
Masih teringat jelas semua di kepala Nathan, semua kenangan indah yang terjadi di setiap sudut rumah ini.
Nathan meridukan Diana. Nathan sangat merindukan Diana.
Di Rumah ini, sekarang Nathan hidup sendiri tanpa Diana di hari tuanya. Menunggu Tuhan, menugaskan malaikat mautnya membawa Nathan pergi untuk menyusul Diana.
”Pa.. jangan terlalu berlarut dalam kesedihan ya,” Kata Nina sambil memeluk Nathan. Nina adalah anak bungsu Nathan dan Diana. Sementara Nathan hanya diam tidak menjawab. Nathan masih sibuk dengan hatinya yang masih belum mengikhlaskan kepergian Diana.
“Pa.. masih ada anak-anak Papa yang lain, cucu Papa juga masih ada kok,” Kini Nina tidak hanya berkata, air mata Nina mulai turun membahasi pundak Nathan.
Seolah sadar dengan apa yang terjadi, Nathan melihat ke arah Nina dan tersenyum.
“Tidak apa-apa, Nak. Papa sudah ikhlas.” Jawab Nathan sambil menyeka air matanya yang mulai turun.
Walaupun Nina tidak puas dengan jawaban Nathan, Nina mengalah memohon ijin untuk pulang kerumahnya. Menyisakan Nathan yang kembali ke dunianya. Kembali ke masa lalunya.
“Aku pulang.” Teriak seorang pria dari arah depan. Nathan yang sedang terdiam spotan menengok ke arah suara.
“Nathan! Kamu sudah pulang?” suara seorang wanita dari arah dapur yang langsung berlari ke arah suara pria itu.
Nathan memutuskan untuk melihat apa yang terjadi. Nathan menyusuri lorong yang mengubungkan Dapur, Kamar, dan Ruang Tamunya. Pemandangan yang di temuinya membuat Nathan tersenyum lebar. Yang dilihatnya Nathan dan Diana yang masih muda berpelukan.
“Nathan, aku merindukanmu.” Kata Diana dengan mulutnya yang membentuk huruf U.
“Sungguh? Aku juga.” jawab Nathan sambil menggendong Diana yang begitu ringan.
“Sungguh. Aku menyukai rumah baru kita ini. Tapi rumah seluas ini terasa kosong tanpa suaramu, Nathan. Dan aku menyukai cerewetnya Nathan-jelek-itu.” Ejek Diana sambil menjulurkan lidahnya.
“Benarkah jika Nathan itu jelek? Berarti Nathan begitu beruntung mendapatkan Diana, bukan?” Nathan membalas perkataan Diana hingga membuat pipi Diana terlihat seperti udang rebus. Sedangkan Diana yang merasa malu hanya memukul Nathan pelan.
“Aku mencintaimu, Diana.” Kata Nathan sungguh-sungguh.
“Aku juga mencintaimu, Nathan.” Balas Diana.
Sedangkan Nathan yang hanya melihat dari tadi tidak bisa berhenti tersenyum saat kenangan itu terulang kembali. Nathan sangat mencintai Diana.
Lalu, Nathan melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Menjatuhkan tubuh ringkihnya di sofa yang sudah menemaninya selama puluhan tahun. Nathan melihat ke sekelilingnya, tempat ini adalah salah satu tempat semua kenangan indah yang terjadi. Kenangan indah Nathan dan Diana terjadi.
“Nathan!!!!!!!!” teriak seseorang dari luar kamar. Nathan terkejut mendengar suara itu. Suara indah yang selalu menemaninya selama bertahun-tahun.
“Nathan!!!! Bangun!!! Aku mau cerita.” Kali ini Diana mengguncang seseorang yang ada di tempat tidur.
“Ngghh?”Jawab Nathan yang ada di tempat tidur itu.
“Demi rahasia yang di sembunyikan tuan Crab. Nathan kamu denger aku kan? Aku marah nih.” Kata Diana mengancam. Nathan langsung terbangun, karena dari dulu sampai sekarang hanya satu yang Nathan takuti. Yaitu, jika Diana marah.
Sedangkan Nathan yang ada di sofa hanya bisa tertawa melihatnya. Begitu memalukan tingkah Nathan. Di hadapan orang yang dicintainya, tidak ada yang bisa di lakukan selain menurut.
Diana mulai menceritakan apa yang terjadi padanya hari ini. Dengan sabar Nathan mendengarkan. Walaupun sekali-kali kepalanya terjatuh karena rasa kantuknya yang teramat. Diana masih terus dengan semangat menceritakan semuanya.
“Nathan, kamu denger aku kan?” Diana mengatakannya dengan penekanan tinggi yang sangat terlihat jelas. Membuat Nathan terperanjat kaget.
“Kan. Pasti kamu gamau dengerin aku. Fix banget, pasti kamu udah ga cinta sama aku.” Kali ini Diana mengatakannya dengan penuh drama yang membuat Nathan menggelengkan kepalanya.
“Diana, dengarkan aku. Kamu harus belajar untuk tidak mementingkan perkataan orang lain. Kamu hidup untuk dirimu dan untuk orang-orang yang kamu sayangi. Buat apa kamu mendengarkan mereka yang hanya bisanya berkomentar tanpa membantumu sama sekali. Kamu harus belajar percaya dengan keputusanmu sendiri. Karena itu yang terbaik. Kamu gak mungkin ambil keputusan kalau menurut kamu itu gak yang terbaik kan? Kamu mengerti maksud aku kan?” ucap Nathan panjang lebar.
“Iyasih.... Aku ngerti kok.” Diana mengangguk tanda dia memahami semua yang diucapkan Nathan.
“Dan satu lagi. Mulai dari kita pertama bertemu, sekarang, nanti, bahkan selamanya... Aku tetap Mencintai kamu, Diana. Kamu tidur ya udah malem, Selamat Malam.” Nathan mencium kening Diana lalu mengambil posisi tidur membelakangi Diana. Nathan malu akan ucapannya sendiri.
“Aku juga... Aku akan selalu mencintaimu, Nathan.” Balas Diana sambil tersenyum. Tanpa Diana lihat, Nathan sudah tersenyum lebar mendengarnya.
Nathan yang dari tadi melihatnya hanya bisa tersenyum sambil mengusap air matanya yang jatuh.
“Diana... Aku merindukanmu.” Ucap Nathan di sela tangisnya.
Nathan mengambil bingkai foto yang ada di meja samping sofa yang dia duduki sekarang. Nathan tersenyum melihat foto wanita yang sedang tertawa lepas di dalam bingkai foto itu. Diana adalah model di setiap karya yang Nathan buat. Bagi Nathan, Diana adalah wanita yang paling cantik yang pernah di temui seumur hidupnya.
“Diana... Aku benar-benar merindukanmu.” Air mata mulai membasahi wajah keriput Nathan, menampakkan luka yang sangat dalam jauh dari lubuk hatinya.
Malam berlalu dengan cepat. Seolah matahari sudah tak sabar menampakan cahayanya yang indah. Sedangkan di sudut kamar, Nathan mulai membuka matanya perlahan.
“Aku pikir kita sudah bisa bertemu, Di. Ternyata belum.” Terlihat jelas kekecewaan di setiap kata yang Nathan keluarkan. Nathan beharap Tuhan sudah memanggilnya karena Diana menangis sendirian di surga sana.
Tok...tok....
Nathan menoleh ke arah suara. Dengan perlahan dia beranjak dari sofa tempatnya tertidur semalam menuju arah pintu depan.
“Maaf, apakah bapak adalah Pak Nathan?” pertanyaan itu langsung menyambut Nathan ketika dia berhasil membuka pintu depannya.
“Ya. Siapa anda?” jawab Nathan, karena sesungguhnya Nathan tidak tau mereka siapa.
“Perkenalkan saya Miller, saya di tugaskan Bu Diana untuk mengantar kotak ini. Sehari setelah kepergian Bu Diana untuk selamanya. Maaf atas keterlambatan saya. Saya permisi.” Ucap kurir itu dengan sopan dan sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Nathan.
“Apa isinya?” tanya Nathan penasaran.
“Maaf, Pak. Sejak Bu Diana menitipkan kotak ini pada saya sampai hari ini saya tidak mengetahui apa isinya dan saya juga tidak berhak untuk membukanya.”
“....”
Ada jeda antara Nathan dan Miller. Nathan sibuk berpikir dengan pikirannya, sedangkan Miller seperti ingin mengatakan sesuatu yang mengganjal hatinya.
“Pak... Saya turut berduka cita atas kepergian Bu Diana. Bu Diana adalah malaikat berupa manusia yang pernah saya temui, Pak. Saya mungkin tidak seperti Bapak yang sangat merasakan kehilangan jauh lebih dari saya. Tapi, satu yang harus Bapak tau. Tuhan terlalu sayang dengan malaikatnya, Pak. Tuhan tidak mau melihat malaikatnya terus merintih kesakitan saat sendirian. Tuhan tidak mau melihat Bu Diana menanggung semua penyakit itu lebih lama.”
Nathan semakin sibuk dengan pikirannya. Sehingga dia lebih memilih diam daripada menjawab atau menyanggah Miller.
“Oh ya, Pak. Banyak kenangan tentang Bu Diana di panti asuhan “Kasih Bunda”, jika Bapak berkenan silahkan datang, Pak. Saya pamit pulang ya, Pak.” Lanjut Miller sambil mencium puncak tangan Nathan, sama seperti yang selalu Miller lakukan pada Diana, malaikat berupa manusia yang menyelamatkannya dari bencana tanah longsor 10 tahun lalu.
Nathan menutup pintu depan rumahnya perlahan. Kaki tuanya dia paksa untuk melangkah kearah ruang keluarga. Dengan sisa tenaganya Nathan berusaha untuk duduk dan membuka kotak yang di berikan Miller tadi.
Nathan tersenyum ketika dia melihat apa isi dari kotak tersebut. Semua itu adalah barang-barang yang Nathan berikan pada Diana saat mereka masih sama-sama menjadi anak dari salah satu Panti Asuhan di Djogyakarta.
Terlalu banyak kenangan yang kau ciptakan Diana, baru 5 jam setelah tanah itu menguburmu, aku bahkan tak sanggup kehilanganmu. Aku harus bahagiama, Diana? Tanya Nathan dalam hatinya.
"Jika kehilangan sesakit ini, aku tidak akan pernah melepasmu satu detikpun, Diana. Aku hanya terlalu mencintaimu. Aku tidak bisa seperti ini terus, Diana." Ucap Nathan.
"Kalau begitu, ikutlah dengan ku Nathan." suara wanita itu terdengar lagi. Dan semakin membuat hati Nathan sakit.
"Apa yang lebih menyakitkan setelah 40 tahun kita hidup bersama dan kau sama sekali tidak mempercayaiku?" kata-kata yang wanita itu lontarkan dari luar pintu kamar nyaris membuat jantung Nathan berhenti.
"Aku kira kau masih sama egoisnya dengan seorang anak perempuan yang ku temui 40 tahun yang lalu, Diana." Nathan tau itu adalah dia yang memaki Diana sebelum wanita itu pergi meninggalkannya.
"Apa yang kau takutkan Nathan? Aku sudah menghabiskan separuh abad bersamamu. Aku bahkan sudah menghabiskan hampir seluruh hidupku dengan mu, Nathan. Dan kau masih tidak mempercayaiku? Aku bisa mati, Nathan." Nathan tau betul, jika di luar ruangan itu Diana sedang menatapnya frustasi.
"Kau hanya diam tak menjawabku, Nathan? Aku sangat kecewa padamu. Aku akan pergi meninggalkanmu. Selamanya." Nathan reflek berlari  keluar mencoba mengejar Diana yang pergi. Tapi percuman, itu semua hanya imajinasi Nathan.
Nathan berlari menuju tempat peristirahatan terakhir Diana. Rumah yang seharusnya Diana belum tempati kalau saja Nathan tidak bersikap kekanakan.
"Aku minta maaf, Diana." Nathan tak sanggup lagi berdiri dengan kedua kakinya, ia sudah berlutut di depan makam Diana yang bahkan belum kering.
"Aku yang egois, aku kekanakan, aku bodoh karena mudah terbawa emosi."
"Aku..." kata-kata Nathan terpotong karena rasa sakit yang muncul dari jantungnya.
"Aku tidak kuat lagi, Diana"
"Aku tidak bisa hidup tanpamu." Nathan memejamkan matanya lalu berbaring menghadap papan kayu salib yang bertuliskan nama istrinya itu.
"Aku akan menyusulmu, tunggu aku." Nathan tersenyum setelah mengucapkan kata terakhirnya.
------
Ada dalam wattpad : https://www.wattpad.com/457583571-song-fiction-cinta-yang-terluka

Jumat, 05 Mei 2017

Pertanyaan

Jika mencintai itu berbeda dengan mengasihi, lantas, apa bedanya?

Jika mencintai itu soal rasa yang bisa di gambarkan, memangnya mengasihi tidak?

Jika mengasihi itu ialah rasa tulus dari lubuk hati, memangnya mencintai bukan?

Mengapa semua orang lebih senang mengatakan, "Aku mencintaimu," dari pada "Aku mengasihimu,"?

Memang, apa bedanya kedua kalimat itu?

Jadi, jika mencintai dan mengasihi itu berbeda, lantas, apa yang ku rasakan padamu?

Jakarta, 1 Mei 2017.

Minggu, 26 Maret 2017

Rasa

Ada berjuta rasa di dunia
Ada berjuta kisah dalam hidup
Semua terlukis dalam goresan pena
Dalam selembar kertas tak berwarna

Hari ini jatuh hati
Besok sakit hati
Hari ini berbunga-bunga
Besok diam merana

Rasa itu membingungkan
Kadang indah, kadang buruk
Rasa itu tak berwujud
Tapi tanpa rasa, dunia akan terasa HAMPA

Jakarta, 27 Maret 2017

Minggu, 12 Maret 2017

Mengapa?

Mengapa datang lagi?
Saat hati berjuang untuk melupakan
Mengapa datang lagi?
Saat aku sedang perlahan menjauh

Mengapa datang lagi?
Bukannya sudah jelas selama ini
Mengapa datang lagi?
Saat semuanya sudah terlalu menyakitkan

Jakarta, 12 Maret 2016

Senin, 23 Januari 2017

Rindu

Elsa Monica
Siang ini awan kelabu
Langit pun gelap tak berwarna
Aku masih disitu
Di sudut cafe di ujung kota

Berharap lonceng di atas pintu berbunyi
Dan saat itu kau datang
Dengan senyum yang memperlihatkan gigi
Berjalan ke arahku sambil bersenandung senang

Aku rindu
Aku rindu akan segalanya
Aku merindukan hadirmu
Hadirmu membuat segalanya nampak sempurna

Hujan mulai turun saat aku menulis ini
Air mataku juga ikut terjatuh
Ku rasa aku tak bisa menahan rindu ini
Rasa sesaknya membuat aku makin terjatuh

Aku merindukanmu
Aku merindukan senyummu yang membentuk bulan
Aku merindukanmu
Aku merindukan mata teduhmu yang bersinar

Aku merindukanmu

Jakarta, 23 Januari 2017

Rabu, 11 Januari 2017

Baru

                 
                           
       Elsa Monica
     Hari ini adalah hari pertama di tahun 2017. Hari yang tepat untuk memulai segala hal baru. Awalnya aku berpikir, ini adalah awal yang tepat untuk aku melupakan kamu. Semakin dipikir, hati ini makin sakit mengingat semuanya.
     Terbesit sedikit kenangan tentang kita di masa lalu. Awal pertama kita bertemu, saat aku menumpang untuk berteduh di halte tak jauh dari sekolahmu. Kamu disana. Mendengarkan musik sambil menengadah ke atas langit yang gelap.
     Dari situ aku tau, kau suka hujan. Dan sejak saat itu aku mulai belajar untuk mencintai hujan. Memandang kagum pada hujan. Sama seperti yang kau lakukan saat pertama kali kita bertemu.
     Aku mencoba mendekatimu. Awalnya aku penasaran. Apa yang begitu menarik hingga kau tak berhenti melihat langit yang menurunkan hujan itu. Saat itu, aku juga memperhatikan hujan sama seperti saat kau memperhatikan hujan.
"Hujan itu indah ya?" Katamu mengagetkanku saat aku sedang asyik menatap hujan.
"Ya. Indah." Jawabku gugup karna aku tak tau apa yang harus aku katakan.
     Kamu kembali menatap hujan dan aku mengikutimu. Sejak saat itu aku selalu menyukai hujan. Karena hujan kita bertemu. Karena hujan aku mengenalmu. Dan karena hujan, aku yakin, bahwa aku mencintaimu.
                                  Jakarta, 11 Januari 2017

Sabtu


                                                       Elsa Monica
Hari ini hari Sabtu.
Hatiku masih sama sampai saat ini.
Bayangan semumu masih berjajar di samping bayanganku.
Mengikutiku kemanapun aku pergi.
Hari ini hari Sabtu.
Pikiranku masih sama.
Semua masih tentang dirimu.
Kau juga menghantui pikiranku, semua tentang dirimu.
Hari ini hari Sabtu.
Semua masih sama.
Raga ini masih berdiri di tempat sama seperti dulu.
Menunggu kau lewat di depanku dan mengajakku bicara.
Hari ini hari Sabtu.
Dan aku menunggu di bawah payung biru.
Di bawah langit yang mulai kelabu.
Menunggu dirimu.
                                  Jakarta, 7 Januari 2017

Minggu, 08 Januari 2017

Pertemuan Lagi

                   
                                   
Elsa Monica
Hari ini kita bertemu lagi.
Kau masih sama seperti saat pertama kita bertemu.
Begitu bersinar dan mempesona.
Senyummu masih sama.
Melengkung indah bagai bulan sabit di langit malam.
Matamu masih indah.
Bersinar terang bak pancaran indah sang bintang.
Aku masih sama seperti pertama kita bertemu.
Menatap kagum pada sosokmu yang sempurna.
Jatung ini masih sama.
Berdegup kencang saat melihat hadirmu di sekitarku.
Mata ini masih sama.
Mencuri pandang ke arahmu yang bahkan tak menengok kearahku.
Hati ini masih sama.
Masih mencinta dan mendamba akan dirimu.
                                  Jakarta, 8 Januari 2017

Sabtu, 07 Januari 2017

Bulan dan Bintang

                                             
          Elsa Monica
Malam ini hujan turun lagi
Membasahi jalan depan rumah yang belum lama kering
Aku masih disini
Menatap bulan dan bintang
Menunggu mereka jatuh
Dan menemaniki duduk di sini
Kadang aku berfikir
Kenapa mereka hanya ada di malam hari
Bukankah indah jika di siang hari mereka juga muncul
Membantu matahari menerangi dunia
Memberikan kelip indah di langit
Agar tak selalu matahari yang berkuasa
Semakin ku pikir, aku semakin tersadar
Bulan dan bintang hadir menerangi gelapnya malam
Malam hanya akan semakin gelap tanpa kehadiran mereka
Sama seperti hatiku yang kelam
Kau hadir dengan senyum yang terbentuk bagai bulan
Dan juga dengan mata yang berbinar bagai bintang
Hadirmu mengubah segalanya
Hati yang kelam mulai berwarna
Warna hitam mulai memudar terkalahkan pancaran bintang
Dinginnya hati mulai menghangat oleh sinar rembulan
Terlalu sempurna untuk ku bayangkan
Apalagi aku harapkan, jika suatu saat kau bukan hanya angan untukku
                                  Jakarta, 7 Januari 2017

Rabu, 04 Januari 2017

Hujan



Oleh: Elsa Monica

Malam ini hujan.
Aku kembali duduk di teras depan rumah.
Rasanya masih sama seperti pertama kali aku mencobanya.
Walau kali ini sedikit berbeda.

Mata dan senyummu yang terlihat dalam langit malam tak terlihat.
Semua tertutup awan tebal yang serupa gelapnya dengan langit.
Tetes demi tetes air turun membasahi bumi.
Memberikan aroma hujan yang aku suka.

Aku suka hujan.
Bagiku berada di bawah hujan itu lebih baik.
Dari pada aku harus menangis di sudut kamar.
Meluapkan semua emosiku lewat air yang mengalir dari pelupuk mata.

Entah mengapa aku ingin menangis.
Meratapi nasib yang seolah tak berpihak denganku.
Aku yang selalu bodoh dalam mengambil keputusan.
Yang berada di ambang bersyukur dan penyesalan.

Aku bingung harus bagaimana?

Jakarta, 4 Januari 2017

Selasa, 03 Januari 2017

untuk yang di rindu



Elsa Monica

Teruntuk kamu, yang aku  rindukan.

Malam ini kembali aku terdiam.
Di bawah langit malam, bersama hembusan angin.
Rasanya langit malam beserta isinya adalah candu bagiku.
Karena dengan melihatnya, aku seperti melihatmu.

Entah kenapa tubuhku menggigil.
Bukan.
Bukan karna hembusan angin.
Bukan juga karna malam hari.

Rasanya aneh.
Aku seperti tersengat hewan beracun.
Sakit, membuat nyeri sekujur tubuh.
Aku berteriak ngilu dalam hati.

Mencoba bertahan meyakinkan diri sendiri.
Aku bisa melewatinya.
Aku menanti di bawah langit.
Berharap suatu hari nanti kau menemaniku menatap langit.

Ini lebih dari sekedar rindu.
Hadirmu adalah yang utama.
Sekalipun hanya senyum yang kau bawa.
Aku tak pernah mengeluh.

Karena dengan hadirmu, rinduku tersampaikan.
Karena dengan senyummu, lukaku terobati.
Karena dengan tatapmu, semua terasa aman.
Karna dengan dirimu, aku mengerti apa arti mencintai.

Dari aku, orang yang merindukan kamu.

Jakarta, 3 Januari 2017


Senin, 02 Januari 2017

Tanpa Judul

Elsa Monica

Aku duduk di depan rumah
Memandang langit yang penuh bintang
Di tengah mereka tampak bulan yang hanya setengah

Aku terus melihat, memperhatikannya
Bulannya indah, seperti senyummu tempo hari
Bintangnya bersinar, seperti matamu saat itu

Mereka sempurna, sesempurna dirimu
Hanya dengan senyuman kau buat aku jatuh hati
Hanya dengan tatapan kau buat aku makin mencinta

Aku tak sebanding untuk dirimu
Yang hanya bisa mengungkapkan rasa lewat tulisan
Hanya diam membatu setiap bertemu
Berangan tinggi lewat mimpi

Satu hal yang pasti
Aku mencintaimu
Aku mencintaimu lewat tulisan asalku kali ini
Aku mencintaimu
Sesederhana ku bilang aku mencintaimu lewat tulisan ini


Jakarta, 2 Januari 2017